Jumat, 15 Desember 2017

Rupa Keberagaman



Semesta seringkali mengkotakkan kita atas nama agama
Mengenal Tuhan berarti sedia menghamba
Tak percaya Tuhan dianggap nista dan berbeda

Layaknya rupa balon dan pelangi
Toleransi kini hanyalah sebuah ilusi

Katamu, suku dan agama hanyalah penanda
Katanya, warna kulit dan rupa adalah pembeda
Kemana lagi aku harus mencari kearifan Tuhan dalam keberagaman ?

Pernah kulihat semua orang mengelukan cinta
Partikel paling pentingnya adalah makna
Muaranya bahagia
Lalu dimanakah cinta saat tidak ada damai yang mampu dipelihara ?
Lagi lagi, masih berbicara aku dan mereka dalam frasa yang berbeda.

Perihal menerima luka dan istimewa
Tentang belajar bahwa mengalah bukanlah terus merasa kalah,
Terdengar repertoar sederhana untuk mengubah dunia
Sayang, kini mudah mengudara begitu saja

Belakangan kusadari satu hal,
Bukankah lebih bijak jika kita seperti kembang setaman
Berbagai warnanya memberi rasa
Setiap bentuknya  memberi kagum
Bermacam aromanya memberi nyawa
Semuanya akan tercipta saat keberagaman tumbuh bersama

Kamis, 26 Oktober 2017



Akan tiba pada suatu masa ketika memorabilia menyeruak di tengah hingar bingar dunia

Berjalan menapak pada suatu waktu yang sepi dan sekilas melihat ke belakang

Seringkali kita berjalan terlalu lurus ke depan tanpa pernah menertawai kenangan

Lucu bila sudah sejauh ini kita kadang hanya berputar konstan

dan tak tahu kemana harus berjalan

Ahh sesungguhnya apa ini semua, hanya sebuah racauan

Rabu, 25 Oktober 2017



Waktu semakin menjauh dan membunuh
Menostalgi kenangan yang terasa rapuh
Ketika kata dan canda tiada lagi bersisa
Saat kita terganti oleh hal lain beratasnamakan realita

Kini yang kurindu adalah masa kita menertawakan bersama tentang
kecewa,
luka,
dan curiga
dalam frekuensi yang sama......


Sabtu, 21 Maret 2015

Untukmu, Calon Imamku




Untukmu, calon imamku, 

Anggaplah ini surat cinta, bukan puisi yang sudah sering kali kau baca.

Aku ingin sampaikan satu rahasia bahwa,

Aku tidak pandai menyimpan rasa,

Entah aku harus mengatakan apa, tentang semua yang aku rasa, setiap frasa antara kita terlalu manis, dan terlewat tanpa jeda.

Kali ini aku tidak lagi ingin menulis banyak perihal kita yang tidak akan habis diurai segala perkaranya.

Aku hanya ingin mendoa, agar perjalanan penggenapan rasa menjadi ikatan mulia ini akan menjadi ikatan terindah untuk dikenang sepanjang usia.



Calon imamku,

Aku ingin sematkan banyak terima kasih kepadamu,

Karena telah memilihku, menjadi salah satu pengisi sebagian kecil hidupmu.

Berjanjilah kepadaku, nanti ketika kau menghadapi hari yang kelabu, ingatlah aku. 

Atas apapun yang kau rasa begitu susah, kumohon jangan mudah untuk menyerah.

Dengan penuh cinta, aku tulis puisi ini dengan rasa yang tengah buncah menyambut perayaan hari kita berdua.

                                                                        


                                                                                                                -Primadiana Yunita-
 

Copyright © PRIMADIANA YUNITA. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver