Senin, 12 Juli 2010

ANTARA BADRUN, CRAYON, dan SEBOTOL PARFUM



Cerita saya kali ini bukanlah sembarang cerita, bukan dong
eng, juga bukan sinetron, hanya sedikit dari kisah dalam perjalanan hidup saya.

Siapa Badrun?
















Ada Apa dengan Crayon?









serta apa hubungannya dengan sebotol parfum?Hahahaaha... :D













Sebenarnya ketiganya adalah variabel yang berbeda, akan tetapi dalam cerita saya kali ini, ketiganya mempunyai hubungan dan otomatis saling berkaitan.

So, enjoy it...!!


Entah mengapa saya ingin menulis tentang hal ini, sebuah uneg-uneg tepatnya, yang sudah lama terpendam. Menunggu keluar, seperti bisul yang ingin pecah. Saya hanya ingin menulis ini dalam keadaan yang stabil, tidak menggebu- nggebu. Kenapa saya baru menuliskannya detik ini, karena saya merasa detik ini sudah “terbuka mata hati” saya terhadap –nya. ‘nya’ disini yang saya maksud adalah seseorang.


Seseorang yang dulu saya pernah kenal dengan baik, pernah berhubungan dengan baik, dan kini saya sedikit membencinya. Saya tahu membenci itu perbuatan yang sangat tidak terpuji. Hmm...Tetapi tidak mungkin ada api jika tidak ada asap bukan....

Tentu saja perasaan tidak senang kepada ‘seseorang yang tidak mau saya sebut namanya’ itu, well, sebut saja dia “BADRUN”.


Hmm...saya dan badrun pernah mempunyai cerita dalam satu kanvas yang sama, kami pernah saling menghiasi kanvas hidup kami dengan warna warni CRAYON. ‘Badrun’ menjadikan hidup saya berwarna, dengan warna crayon-nya, kadang ia bisa menorehkan warna merah, kuning, hijau, biru, bahkan hitam. Sederhananya BADRUN=CRAYON.

Entah apa saya juga menorehkan warna warna pada kanvasnya dengan crayon saya, hanya “badrun” yang tau.


Kisah artistik nan berwarna itu kini tidak lagi menghiasi kanvas saya lagi. Kini yang ada hanya saya, dan sebatang crayon kepunyaan saja. Bukan berarti hidup saya tidak MeJiKuHiBiNiU lagi, hidup saya tetap seperti pelangi, tetap berwarna, namun bukan crayon “badrun” yang ikut menceriakan kanvas dan hidup saya lagi. Teman-teman sekitar, dan orang–orang sekeliling saya lah yang kini bergantian ikut meramaikan kanvas saya yang terkadang hanya monoton,berwarna hitam, putih, dan abu-abu.


Kembali ke badrun...

Sebenarnya saya tidak enak hati memanggilnya demikian, hehhehe....dia punya nama, hanya saja kode etik melarang saya mencantumkan namanya (padahal sebenernya takut ketauan)..hahhaha..

Saya : Gpp kan drun?

Badrun : it’s ok...

Saya : Hahhahahaha....


Hubungan saya dan badrun memang sudah berakhir, tepatnya sekitar 4 bulan yang lalu. Sejujurnya saya tidak menyangka mengapa hubungan itu bisa berakhir, karena hubungan itu sudah berlangsung selama kurang lebih 2,5 tahun. Tidak berjalan mulus seperti di jalan tol memang, hubungan kami sering diwarnai dengan atraksi “balik-kucing” atau yang lebih dikenal dengan istilah menurut BBB “putus nyambung”. Maklum anak muda, jiwa masih labil, hahaha..


Yang menjadi point dalam uneg-uneg saya kepada badrun adalah caranya mengakhiri hubungan kami.

Yah...

Saya amat menyayangkan hal itu...

Pria yang menurut sepenglihatan saya adalah pria yang hmm...sopan lah (mungkin), baik lah (realtif), bertanggung jawab (kayaknya), hanya berani mengakhiri semuanya dengan sebait pesan singkat tanpa intro.


HEI!! Bagi para pria pria diluar sana,,

Siapapun anda, baik itu teman temannya badrun atau bukan, saya harap anda lebih bisa menghargai, menghormati wanita serta bertanggung jawab atas semua perbuatan kalian.

Atas dasar apapun perbuatan seperti itu sangat sangat disayangkan. Dengan alasan apapun, sampai dengan detik ini saya dengan jujur kacang ijo mengatakan bahwa saya sangat tidak terima.


Fenomena menembak dan memutus bukanlah hal baru...

Yang jadi pertanyaan adalah mengapa jika menembak selalu romantis, atraktif, so sweet, ihir, prikitiew, syalala.....

Dan kenapa klo mutus selalu dengan cara frontal nan ekstrem...

Saya sangat tahu kalau apapun dan bagaimanapun caranya memutus dan diputus bukanlah sebuah hal yang menyenangkan, lebih tepatnya sakit, perih, teriris, miris, nangis. Akan tetapi, wahai sodara sekalian, setidaknya ada cara dan tindakan yang lebih terhormat, enak dipandang mata, nyaman didengar telinga ketika anda memutus dengan cara “baik baik”.


Cara baik baik yang dimaksud disini adalah ketika anda mengajak bertemu langsung dengan traget yang anda akan putus *sadis. Kemudian berikan penjelasan mendetail tentang perasaan anda, berikut alasan pemutusan. Jika sang traget nangis ya sudah gpp, kalau terima alhamdulillah, gag terima ya sudah (kejam).


Yang terpenting secara GAGAH dan BERANI anda tidak menjadi seorang pecundang, yang beraninya hanya bersembunyi dibalik pesan singkat yang MAHA MENYEBALKAN itu. ATAS NAMA WANITA yang halus dan lembut perasaannnya, pasti mereka lebih menyukai cara tersebut, sakit sih, tapi setidaknya tetap merasa dihargai harkatnya.


Untuk Badrun dan mungkin anda yang pernah melakukan hal tersebut, ketahuilah bahwa cara anda sangat sangat membunuh karakter...


Ibaratnya seperti ini,

Anda membeli parfum, oleh penjual parfum anda diperbolehkan untuk melihat lihat, menganalisis parfum tersebut, anda tertarik, kemudian anda membelinya, nah setiap harinya anda memakai parfum tersebut, anda sangat menyukainya. Tapi pada satu waktu anda bosan, anda tiba-tiba tidak lagi menyukai wangi parfum atau bahakn bentuknya, dengan segera anda membuang parfum tersebut ato alih-alih anda malah mengembalikan kepada penjual parfum dengan berkata singkat tanpa titik, koma, nada, serta perasaan “ saya gag suka parfumnya”.

Penjual hanya melongo. Tentu saja kata si penjual “hei kok dengan seenak anda saja”...

*perumpamaan yang aneh, ahaha..


Tapi begitulah yang bisa saya ibaratkan..


Untuk teman saya badrun, terimakasih telah ikut mewarnai kanvas hidup saya dengan crayon anda selama 2,5 tahun yang lalu.

Maaf saya telah menghabiskan crayon anda. Saya juga mohon maaf apabila anda menyesal, dan semoga anda bahagia dengan pilihan kanvas anda yang baru yang siap anda warnai. Semoga kita bisa bertemu di toko alat tulis saat saya dan anda dalam keadaan kanvas yang lebih berwarna dan dengan pensil warna atau tinta yang lain.


Satu hal lagi, saran saya tolong anda perbaiki attitude anda, saya percaya anda punya perasaan, tidak seperti pembeli PARFUM yang saya ibaratkan.


Itulah sedikit cerita saya tentang BADRUN, CRAYON, dan SEBOTOL PARFUM.

Minggu, 11 Juli 2010

Dilema "si bola bundar"

Tulisan pertama saya ini, diawali dengan ulasan mengenai olahraga yang sedang digandrungi oleh sejuta umat, SEPAKBOLA!!




Sepakbola saat ini menjadi olahraga yang paling digemari oleh seluruh penduduk di penjuru dunia. Ajang bergengsi yang selalu dinanti oleh para pecinta sepakbola yakni Piala Dunia semakin melengkapi obrolan para penikmat "si bola bundar" ini. Pada mulanya, permainan sepak bola diciptakan sebagai sarana mengisi waktu luang sembari untuk berolah raga. Akan tetapi, saat ini sepak bola berubah menjadi media bisnis besar yang melibatkan para penguasa dunia. Lebih dari itu, sepak bola bisa merubah status sosial seseorang lantaran kekayaan dan popularitas yang diperoleh para pemainnya.

Disaat belahan dunia lain sudah maju dengan industri sepakbola mereka, kita di Indonesia masih dihadapkan dengan masalah keuangan klub. Selain itu, prestasi timnas pun mengalami kemunduran. Prestasi tim nasional kita yang dulunya sangat ditakuti untuk kawasan Asia, sekarang untuk kawasan Asia Tenggara saja kita sudah berada di peringat ketiga / keempat setelah Thailand, Singapura, Vietnam. Bahkan di Sea Games akhir tahun lalu, kita berada dibawah Laos.

Ketika PSSI mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah tunggal Piala Dunia 2022 masyarakat banyak yang tidak mendukung kebijakan tersebut karena masyarakat menganggap bahwa kondisi sepak bola kita belum pantas menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 ditinjau dari berbagai aspek. Jika berbicara masalah sepak bola, tentunya bukan hanya permainannya saja yang aktraktif dan memikat. Sehingga banyak orang di muka bumi ini yang begitu terpesona. Dan juga bukan hanya sekedar games kesebelasan vs kesebelasan yang saling mengadu teknik merebutkan sebuah bola. Tetapi ternyata dibalik pesona sepak bola menyimpan potensi bisnis yang sangat prospektif.

Di luar negeri khususnya di negara-negara Eropa memang sudah terbukti bahwa potensi bisnis dari industri sepakbola sudah sangat pesat perkembangannya. Tapi di negara kita sendiri yakni Indonesia apakah industri sepakbolanya sudah menghasilkan lahan bisnis yang sangat menguntungkan.

Kompetisi sepakbola di Indonesia memang unik. Sebagai contoh misalnya Indonesia Super League (ISL) yang notabene merupakan kompetisi tertinggi tingkatnya. Walaupun berlabel Liga Profesional namun kenyataannya dalam menjalankan kompetisinya sebagian besar klub masih mengandalkan dana APBD. Sehingga saat ada wacana dari Menteri Dalam Negeri bahwa mulai tahun 2010/2011 dilarang secara bertahap penggunaan dana APBD untuk sepakbola. Banyak klub-klub di Indonesia yang kebingungan, darimana sumber uang untuk bisa menjalankan kompetisi ini.

Lebih jauh lagi, iklim bisnis di Indonesia masih belum menyentuh sepakbola. Sepakbola belum dianggap sebagai lahan industri yang bisa menghasilkan keuntungan besar. Apabila dibandingkan dengan kondisi di Liga Premier Inggris atau di Liga Calcio Italia dimana sepakbola sudah menjadi industri yang mengejar keuntungan, kebijakan klub berarti keuntungan dan prestasi. Artinya ada hubungan yang signifikan antara prestasi dengan keuntungan, semakin berprestasi sebuah klub, semakin untung perusahan pengelolanya.

Semakin menurunnya persepakbolaan nasional, ternyata bukan saja menjadi keprihatinan masyarakat penggila bola, tetapi juga mendapat perhatian dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menghendaki adanya perbaikan sistem persepakbolaan nasional.

Prestasi sepakbola tidak bisa didapat secara instan, perlu proses panjang untuk menciptakan sebuah prestasi. Salah satu pendukung terciptanya jalan menuju prestasi adalah kompetisi sepakbola yang baik, dan hal pertama yang perlu diperhatikan dalam kompetisi adalah pembinaan. Dalam konteks industri sepakbola saat ini, sepakbola adalah suatu sistem. Mulai dari wadah (kompetisi, BLI/PT Liga Indonesia sebagai produser), Regulator (PSSI sebagai induk organisasi sepakbola tertinggi) hingga pelaksana (klub, suporter dan semua komponen penyelenggara pertandingan) harus bersinergi dan memiliki satu visi yang sama yaitu memajukan sepakbola Indonesia.

Industri adalah sebuah bisnis, sepakbola sebagai sebuah industri tentunya berprospek meningkatkan income. Uang memang penting, namun yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan iklim kompetisi yang kondusif bagi kepentingan industri sepakbola dan tentunya prestasi sepakbola nasional. Namun di Indonesia seringkali terjadi bahwa penyelenggara, regulator dan pelaksana di lapangan berjalan sendiri-sendiri. APBD yang seyogyanya harus dicoret dari sumber pendanaan masih diijinkan untuk dipakai, hukuman dan sanksi yang semestinya tegas masih bisa dikompromikan dan klub merasa selalu punya uang untuk mengontrak pemain dengan harga mahal sedangkan pemain mudah merasa puas dengan apa yang sekarang sudah dicapai.

Inilah potret sepakbola Indonesia, sebuah stagnanisasi pemikiran mengenai kemajuan sepakbola di Indonesia. Belum ada tokoh revolusioner di dalam tubuh PSSI yang berani merubah wajah sepakbola Indonesia, belum ada seseorang yang mampu mengubah tatanan sepakbola yang sampai saat ini sudah dianggap mapan. Kunci berkembang atau tidak sepakbola Indonesia berada pada titik ini, kalau belum ditemukan manusia yang mampu mendorong terciptanya iklim sepakbola yang baik di Indonesia, jangan pernah berharap sepakbola Indonesia bisa berprestasi.

Sepakbola Indonesia perlu pembenahan dalam banyak hal. Perbaikan sarana dan prasarana sampai kepada pembentukan pemain yang berkualitas adalah pekerjaan rumah yang cukup berat bagi sepakbola Indonesia. Namun tidak ada yang tidak mungkin, selama kita mau berusaha. Stadion di Indonesia mulai berbenah, stadion-stadion baru direncanakan mulai dibangun. Konsep pembinaan juga mulai diperhatikan dengan adanya kewajiban bagi setiap klub Liga Super untuk memiliki tim dibawah usia 21 tahun, konsep ini perlu dikembangkan dengan mewajibkan klub memiliki akademi sepakbola.

Untuk menopang segala perbaikan tersebut tentunya membutuhkan dana. Sponsor dapat diperoleh dengan meningkatkan animo masyarakat dan perbaikan mental suporter. Televisi dan internet merupakan sarana tepat untuk mempromosikan dan meningkatkan animo masyarakat untuk menonton sepakbola Indonesia. Dengan banyaknya pemberitaan dan siaran langsung pertandingan sepakbola nasional, sponsor pun akan mendapat timbal balik dengan produknya lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan masuknya sponsor, klub akan mampu mandiri, dan tidak ada lagi alasan kesulitan mencari dana.

Arema merupakan sedikit dari sekian banyak tim yang masih bertahan di persepakbolaan tanah air. Sebagai tim yang memang sejak kelahirannya tidak bergantung dana APBD, sudah sejak lama Arema merasakan bagaimana menghadapi serta mengatasi krisis pendanaan klub, bahkan jauh sebelum undang-undang sistem keolahragaan disahkan di negeri ini, pada tahun 2005. Karenanya tidak heran sense of survival yang dimiliki Arema relatif lebih baik daripada klub-klub perserikatan lain, mengingat Arema sejak awal berdirinya sudah terbiasa dengan pendanaan swadaya.

Sepakbola yang enak ditonton, dan tidak membuat orang takut untuk menonton di stadion juga akan membantu memajukan sepakbola Indonesia. Mental suporter harus berbenah, benar-benar menjadi suporter sejati, bukan hanya sebagai provokator. Kerusuhan dan keonaran yang tercipta dalam sepakbola hanya akan membawa sepakbola Indonesia terkubur lebih dalam. Disinilah suporter ditantang untuk membenahi sepakbola dalam skala nasional, bukan hanya sebuah kebanggaan terhadap sebuah klub semata.

Sepakbola Indonesia adalah aset bangsa, kemajuan sepakbola Indonesia bisa mengangkat posisi tawar Indonesia di mata sepakbola dunia. Tentunya hal ini bisa terjadi jika mampu membuat prestasi gemilang di kancah yang lebih besar. Permulaaan itu dari Liga Indonesia, maka kebijakan yang harus diambil adalah membuat klub peserta Liga lebih mandiri, selanjutnya memikirkan kembali untuk membuat format yang sesuai dengan klub-klub di Indonesia agar tidak banyak yang mengalami kesulitan dana.

Diperlukan apresiasi dan kemauan politik yang tinggi dari pemerintah dalam upaya peningkatan prestasi tim nasional Indonesia di tingkat regional maupun internasional. Pemerintah harus yakin bahwa sepakbola mampu mengangkat nama dan citra Indonesia, asalkan pemerintah juga mampu memberikan dukungannya dengan pengadaan infrastruktur yang lebih baik. Jadi mari kita rekatkan tangan dan bersama-sama membangun sepakbola Indonesia.

Salam sepakbola!
 

Copyright © PRIMADIANA YUNITA. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver