Selasa, 12 Juni 2012

Ruang Tunggu


Hampir semua perjalanan bercerita tentang menunggu


Aku masih menunggu, disini,

di stasiun yang masih saja disinggahi setiap kereta panjang yang mulai terlihat tua

Dengan binar mata dan debar rasa,

Di bangku di sudut stasiun tiga tahun lalu kamu pernah berkata,

bahwa ini adalah yang terakhir untukku untuk menunggu

Karena semuanya sudah selesai…

Mata ini tak pernah berhenti untuk mengawasi lalu lalang penumpang, bahkan menghitung jumlah kereta yang datang

Rasanya ingin sekali beranjak, akan tetapi selalu teringat lagi akan janji yang pernah kita buat,

laksana ayat, yang fasih kulafalkan dalam hati lirih sambil membunuh waktu yang semakin semu..

Ini sudah terlalu lama, bahkan raut wajahmu yang teduh tak kunjung terlihat.

Hingga petang dan senja datang aku menunggu, bangku ini tampaknya semakin renta,

Stasiun yang hiruk pikuk kini mulai terlihat kikuk..

Sambil aku eja tiap bagian di sekelilingnya, mencari bola mata bulat serta peluk hangat yang selama ini mungkin terasa pekat.



Hmm….

Pahit rasanya…kamu tidak datang..

Mungkin kamu tersesat, dan tidak tahu peta jalan pulang

Mungkin juga kamu menemukan jalan lain untuk pulang yang itu berarti tak harus berhenti di stasiun ini.

Aku tinggalkan segala yang mungkin itu di bangku tua yang dingin,

sebagai jejak, agar suatu saat jika kamu kembali dan teringat,

kamu akan menyusuri dan mencariku menepis segala yang mungkin.

Rahasia Sudut Hati



Boleh aku ucapkan terima kasih untukmu wahai perasaan dan imaji liar

Kepadamu sosok yang selalu dingin sekaligus hangat

Begitu sulit rasanya menerjemahkan suasana yang membawa kita ke detik sebelum ini

Bukan...

Bukan tanpa identitas, hatiku mengenalinya dengan sangat, sungguh.

Hanya saja rasanya tabu untuk mengucap

Pemaknaan yang mendalam dari logika yang mati

Mungkin cukup untuk menjelaskan yang pernah aku rasakan

Terima kasih untuk pernah menjadi bus yang singgah di halte hati yang sederhana ini

Terima kasih untuk rasa yang pernah singgah sedemikian kilat dan cantiknya, sekalipun kamu tak akan pernah tahu

Aku simpan itu rapat rapat di sudut rahasia hatiku.



Kepada Jingga


Kepada jingga, kutasbihkan kata yang mungkin tak sarat makna

Bermenit menit pernah kita habiskan dengan sia sia,

Bahkan sepertiga malam menjadi tempat kita beradu kata.

Bersembunyi dibalik gengsi dan altar ego yang semakin meninggi

Aku tak pernah tahu

Hanya saja rasanya berputar tiga ratus enam puluh derajat

Dinding waktu mendadak terjal

Masih khawatir,

Kalau saja kamu ingin tahu.


 

Copyright © PRIMADIANA YUNITA. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver