Pada suatu sore yang akan segera berganti petang, kamu
pernah bertanya,
“apa karena dia yang lebih dulu bertemu denganmu?”
“seandaianya saja, aku yang lebih dulu, waktu kadang terlalu
terburu buru, takdir kadang suka pilih kasih, begitu keluhmu “
Pada langit sore itu aku memilih menggantungkan jawab.
Hari-hari berikutnya tanyamu seringkali tergiang, bagai
bulir bulir udara yang menguap di setiap desahan nafas.
Membawaku pada segala peristiwa hidup yang telah digariskan
atas aku dan dia dalam sebuah
perjalanan.
Memutar kembali memori mengenai kapan pertama kali aku
mantap menjatuhkan hati pada sosok laki laki yang sekarang aku namai sebagai
pujaan hati.
Menjelajahi sebuah dimensi yang panjang, merunut secara urut
tentang carut marut hati yang kala itu pernah terluka kemudian mendapati
penyembuhnya tanpa sengaja.
Aku tersenyum,
Bersama dia, aku kembali berani untuk menyebut kata cinta
dalam setiap prosa.
Bersamanya harum air mata seketika diubah menjadi aroma tawa.
Bersama dia, aku tahu bahwa jalan pulang terdekat adalah
sepanjang setiap tangis yang kemudian diganti dengan beribu pelukan dan kecupan
yang tiada habis.
Aku tidak lagi takut pada hujan yang datang tiba tiba, atau
malam yang hadir tanpa purnama, karena aku tahu, dimana dia berada disitulah
aku temukan cahaya dan tempat berteduhnya.
Aku menyukai kedinamisan. Bersamanya pun, aku merasai
perjalanan yang sedemikian penuh kejutan.
Kepada kamu, yang mungkin masih saja mengutuk waktu dan mencibir
takdir.
Ini bukan perkara dia yang datang lebih dulu dan kamu yang
datang terlambat untuk memenangkan hatiku
Namun, saat itu cinta menyapa pada saat yang tepat.