Kamis, 10 April 2014



Pada gelap semesta, aku menulis di udara,tentang rindu yang tidak pernah bermuara, tentang rasa yang sengaja dilupa begitu saja.

Pada secangkir kopi yang telah entah berapa kali sudah aku cicipi.

Terkadang aku menginginkan pagi datang terlalu dini, menghapus resah atas segala teka teki tentangmu lelaki.

Bagiku mengingatmu pagi-pagi, serupa manis gula yang hadir sejenak dalam seduhan secangkir kopi.

Kadang aku cemburu kepada matahari yang lebih dulu menyapamu, membersamai langkahmu dalam mengawali hari,

Aku iri pada semua jalan yang kamu sapa terlebih dahulu sebelum bertemu denganku di sepanjang perjalananmu,

Terkadang, aku ingin menjadi angin yang pertama kali menyentuh pipimu,

Dan aku ingin menjadi burung burung gereja yang mengintipmu dari balik kelambu demi melihat senyum pertamamu,

Nyatanya,

Pagi ini lagi lagi kusambut sendiri, tidak ada kecupan ataupun pelukan sebagai pertanda bahwa aku tak sendirian

Terkadang ada bagian yang aku lupa,

Bahwa aku tidak akan pernah menjadi yang pertama, karena dia

Bahwa aku akan selalu jadi tempatmu berhenti di kala senja, ketika matahari tak lagi menampakkan diri, dan tentu saja setiap temu kita tanpa mereka ketahui

Entah berapa pagi lagi yang harus aku rasai hingga akhirnya kita bisa duduk berdua di beranda, menyeduh secangkir kopi pada pagi yang beratasnamakan kita, tanpa dia.



                                                                                         
                                                                  -aku yang hanya bisa melihatmu setelah dia-






Minggu, 06 April 2014

Kita di Kotamu



Dalam diam di lengangnya jalan malam, tangan kita tak pernah berhenti mengenggam
Pada lampu-lampu jalan yang kedinginan karena jaraknya yang berjauhan
Dan kepada semesta yang kala itu aku sisipkan padanya senyum bahagia
Apa kabar kamu tuan?
Malam ini aku ingin sekali mengajakmu jalan jalan tanpa tujuan, sekali lagi tanpa alasan.
Aku ingin kembali merasakan degup yang berloncatan sembari menelusuri kotamu yang penuh kenangan
Aku ingin kembali larut dalam sebuah bincang yang membuatku tak ingin pulang
Aku ingin mengajakmu berputar, menghitung berapa banyak  perempatan, lalu berhenti untuk sekedar bertatapan
Andai saja kamu tahu tuan, bahwa aku ingin itu tidak hanya jadi sekedar angan di penghujung bulan
Aku ingin mengatakan bahwa aku tidak akan pernah bosan melawan dingin ataupun hujan
Aku pun tidak akan segan duduk di pinggir jalan sesekali melihat lalu lalang kendaraan
Aku bahkan ingin menyelipkan kedua tanganku ke dalam saku jaketmu untuk mencari kehangatan
Aku mendambakan saat-saat kita bisa melihat bulan kemudian menggantungkan tinggi tinggi harapan tentang masa depan
Aku rindu tertidur di bahumu, saat hari semakin malam, dan aku mulai merasa kelelahan karena entah berapa kilometer yang sudah kita habiskan di jalan
Kesemuanya ini lagi lagi mengantar rindu, pada kotamu, padamu,dan pada kita di kotamu





 

Copyright © PRIMADIANA YUNITA. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver