Kamis, 10 April 2014



Pada gelap semesta, aku menulis di udara,tentang rindu yang tidak pernah bermuara, tentang rasa yang sengaja dilupa begitu saja.

Pada secangkir kopi yang telah entah berapa kali sudah aku cicipi.

Terkadang aku menginginkan pagi datang terlalu dini, menghapus resah atas segala teka teki tentangmu lelaki.

Bagiku mengingatmu pagi-pagi, serupa manis gula yang hadir sejenak dalam seduhan secangkir kopi.

Kadang aku cemburu kepada matahari yang lebih dulu menyapamu, membersamai langkahmu dalam mengawali hari,

Aku iri pada semua jalan yang kamu sapa terlebih dahulu sebelum bertemu denganku di sepanjang perjalananmu,

Terkadang, aku ingin menjadi angin yang pertama kali menyentuh pipimu,

Dan aku ingin menjadi burung burung gereja yang mengintipmu dari balik kelambu demi melihat senyum pertamamu,

Nyatanya,

Pagi ini lagi lagi kusambut sendiri, tidak ada kecupan ataupun pelukan sebagai pertanda bahwa aku tak sendirian

Terkadang ada bagian yang aku lupa,

Bahwa aku tidak akan pernah menjadi yang pertama, karena dia

Bahwa aku akan selalu jadi tempatmu berhenti di kala senja, ketika matahari tak lagi menampakkan diri, dan tentu saja setiap temu kita tanpa mereka ketahui

Entah berapa pagi lagi yang harus aku rasai hingga akhirnya kita bisa duduk berdua di beranda, menyeduh secangkir kopi pada pagi yang beratasnamakan kita, tanpa dia.



                                                                                         
                                                                  -aku yang hanya bisa melihatmu setelah dia-






0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © PRIMADIANA YUNITA. Template created by Volverene from Templates Block
WP by WP Themes Master | Price of Silver